Selasa, 15 Mei 2012

Gotong Royong


Indonesia atau yang sering disebut sebagai Nusantara adalah tempat hidup dan bernaungnya jutaan manusia Indonesia dengan puluhan ribu suku bangsa dan budaya di dalamnya. Bangsa yang terbentuk melalui sejarah panjang penjajahan atau kolonialisme bangsa barat (seperti Belanda, Inggris, dan Portugis) ini seolah-olah memiliki wujud keindahan batin maupun lahir yang membuat bangsa luar ingin memiliki dan mengakuisisi sepenuhnya.
Kergaman budaya dan corak kehidupan masyarakat Indonesia seperti tak using dimakan usia. Kegagahan, keluhuran budi, kesahajaan, dan keindahannya kian tampak mempesona sepanjang usia bumi ini. Kekayaan budaya tersebut hampir menjadi panutan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Budaya bangsa Indonesia yang menjadi salah satu bahan perbincangan dan kajian selama bertahun-tahun oleh bangsa luar adalah budaya “Gotong Royong”. Budaya ini boleh dibilang sebagai budaya yang tiada duanya di dunia ini, dan tidak setiap bangsa memilikinya.
            Pada tahun 1983 Clifford Geertz dalam sebuah esainya menyatakan beberapa poin penting dalam budaya gotong royong yang dimiliki bangsa Indonesia:
An enormous inventory of highly specific and often quite intricate institutions for effecting the cooperation in work, politics, and personal relations alike, vaguely gathered under culturally charged and fairly well indefinable value-images--rukun ("mutual adjustment"), gotong royong ("joint bearing of burdens"), tolong-menolong ("reciprocal assistance")--governs social interaction with a force as sovereign as it is subdued.
Kutipan diatas dapat disimpulkan, sebagai berikut:
Segala bentuk kelembagaan baik social-politik, professional, maupun masyarakat di Indonesia selalu bersatu dan mengutamakan wujud rasa penyesuaian diri, saling bergotong royong memikul beban bersama, maupun tolong-menolong antar sesamanya seperti sudah terprogram ataupun terdoktirn dengan benar.

Sedangkan seorang anthropologis Robert A. Hahn menulis:
Javanese culture is stratified by social class and by level of adherence to Islam. ...Traditional Javanese culture does not emphasize material wealth. ...There is respect for those who contribute to the general village welfare over personal gain. And the spirit of gotong royong, or volunteerism, is promoted as a cultural value.
Kutipan diatas dapat disimpulkan, sebagai berikut:
Budaya Jawa dikelompokkan berdasarkan kelas sosial dan dengan tingkat kepatuhan terhadap agama Islam. ... Budaya Jawa tradisional tidak selalu menekankan akan kekayaan materi. ... Namun lebih mengutamakan adanya rasa hormat untuk mereka yang berkontribusi pada kesejahteraan desa umum diatas keuntungan pribadi. Dan semangat gotong royong, atau kesukarelaan, selalu didoktrin dan dicap sebagai nilai budaya mereka.
           
 
         Hakikat gotong royong sebagai bentuk kekayaan budaya yang tak ternilai dan tiada duanya di dunia ini. Gotong royong merupakan suatu bentuk harta yang nantinya dimasa depan akan sangat bernilai. Sebagai penerus bangsa kita harus lebih mengenal, melakukan, dan terus menjaga keberlangsungan gotong royong dalam kehidupan mereka baik pribadi, golongan, maupun di masyarakat luas.
            Sudah waktunya pula jika masyarakat Indonesia harus mulai dibangunkan dari tidur panjangnya tentang kekayaan budaya yang tak ternilai harganya ini, untuk menjaga dan melestarikannya sampai batas akhir dunia ini. Karena dengan menjaga gotong royong maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang paling kaya dan paling maju di antara bangsa-bangsa lain di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar